
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengeluarkan peringatan tajam terhadap kelompok Hamas pada hari Senin, menyatakan bahwa ada konsekuensi yang “tidak dapat dibayangkan” jika kelompok tersebut tidak segera membebaskan para sandera yang mereka tahan di Gaza. Dalam pidatonya di parlemen Israel, Netanyahu menekankan urgensi situasi tersebut, terutama setelah terjadinya kebuntuan dalam negosiasi untuk melanjutkan gencatan senjata.
Netanyahu menyatakan, “Saya katakan kepada Hamas: Jika Anda tidak membebaskan sandera kami, akan ada konsekuensi yang tidak dapat Anda bayangkan.” Peringatan ini muncul beberapa saat setelah Israel memutuskan untuk memblokir bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza. Keputusan ini mengejutkan banyak pihak, mengingat gencatan senjata selama enam minggu telah memberikan kesempatan untuk meningkatkan akses terhadap makanan, tempat tinggal, dan bantuan medis bagi penduduk yang mengalami kesulitan di wilayah tersebut.
Sejak terjadinya serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, total 251 sandera diambil oleh kelompok tersebut. Saat ini, dari jumlah tersebut, 58 sandera masih berada di Gaza, di mana 34 di antaranya dilaporkan telah tewas berdasarkan informasi dari militer Israel. Dalam skema gencatan senjata yang berlangsung sebelumnya, Hamas telah menyerahkan 25 sandera hidup dan delapan jenazah sebagai imbalan atas pembebasan sekitar 1.800 tahanan Palestina yang ditahan di Israel.
Meskipun ada tawaran untuk perpanjangan gencatan senjata hingga pertengahan April yang diusulkan oleh utusan AS untuk Timur Tengah, Steve Witkoff, Hamas terus menolak proposal tersebut. Mereka lebih memilih transisi menuju fase kedua kesepakatan gencatan senjata, yang diharapkan dapat memberikan solusi jangka panjang untuk konflik yang berkepanjangan ini. Ossama Hamdan, seorang pejabat senior Hamas, menyatakan bahwa kondisi gencatan senjata tiga fase adalah satu-satunya cara bagi Israel untuk mendapatkan kembali sandera-sandera mereka.
Dalam upaya untuk memaksakan perpanjangan gencatan senjata, Netanyahu berencana menerapkan “tekanan maksimum” pada Hamas. Media Israel melaporkan bahwa perdana menteri berharap untuk memperpanjang fase pertama setidaknya selama satu minggu, sambil menunggu kedatangan utusan AS Witkoff. Jika upaya ini gagal, Netanyahu tidak ragu untuk mempertimbangkan opsi melanjutkan pertempuran.
Sumber dekat dengan Netanyahu mengungkapkan bahwa ia sedang menunggu mediator untuk merundingkan perpanjangan fase pertama. Namun, jika hasilnya tidak memuaskan, Netanyahu telah mengembangkan rencana untuk meningkatkan tekanan terhadap Hamas, termasuk memindahkan penduduk dari utara Gaza ke selatan, menghentikan pasokan listrik, dan kemungkinan besar melanjutkan pertempuran berskala besar. Hal ini dinyatakan dalam laporan mengenai strategi yang disebut “Rencana Neraka.”
Menariknya, meskipun banyak anggota pemerintahan Netanyahu berasal dari sayap kanan yang lebih ekstrem, dia tampaknya ingin mencoba semua kemungkinan untuk membebaskan sandera sebelum kembali ke jalur peperangan. Ini mencerminkan ketegangan internal di dalam pemerintahan Israel, di mana pilihan strategis harus seimbang antara keinginan kuat untuk menyelamatkan sandera dan tekanan untuk kembali bertindak militer setelah berbulan-bulan pertempuran yang merusak.
Di saat yang sama, situasi kemanusiaan di Gaza semakin memburuk. Seiring dengan pemblokiran bantuan dan ketidakpastian perpanjangan gencatan senjata, banyak penduduk yang bergantung pada bantuan luar untuk bertahan hidup, merasakan dampak yang serius dari ketegangan politik dan militer ini. Peringatan Netanyahu menyoroti betapa kompleksnya dinamika antara keinginan untuk menjaga keselamatan warga Israel dan tantangan untuk mencapai perdamaian yang lebih luas di kawasan tersebut.
Ke depan, tantangan besar bagi semua pihak adalah menemukan jalan keluar yang bukan hanya menjamin keselamatan sandera, tetapi juga dapat mengakhiri siklus kekerasan yang tak berkesudahan ini.