
Amazon, raksasa teknologi multinasional yang dikenal luas dalam bidang e-commerce dan layanan cloud, kini memasuki arena kompetisi akuisisi TikTok. Dalam perkembangan terbaru menjelang tenggat waktu 5 April 2025, Amazon mengajukan tawaran untuk mengakuisisi aplikasi berbasis video yang sedang populer tersebut. Tawaran ini datang di saat kritis, di mana TikTok menghadapi kemungkinan larangan di Amerika Serikat jika tidak memisahkan diri dari pemiliknya yang berbasis di China, ByteDance.
Sumber dari Techcrunch melaporkan bahwa tawaran Amazon muncul tepat sebelum batas akhir yang ditetapkan oleh pemerintah AS. Situasi ini memicu ketegangan di antara calon pembeli lainnya, termasuk investor terkemuka seperti Andreessen Horowitz dan Oracle yang saat ini juga aktif dalam pembicaraan akuisisi. Belum ada tanggapan resmi dari pihak Amazon atau Jeff Bezos terkait langkah strategis ini.
Di tengah kekhawatiran yang melanda aplikasi TikTok, Presiden AS Donald Trump dijadwalkan untuk melakukan pembicaraan dengan pejabat terkait pada 2 April 2025. Trump telah menekankan pentingnya perjanjian yang melibatkan TikTok dengan perusahaan induk, ByteDance, dan menyerukan agar kesepakatan dapat dicapai sebelum 5 April. Untuk merayu China agar bersedia melepas TikTok, Trump menyebutkan kemungkinan penurunan tarif impor sebagai tawar-menawar, sebuah langkah yang menunjukkan betapa seriusnya pemerintah AS dalam mengawasi aplikasi tersebut.
Menurut laporan dari Financial Times dan Reuters, persaingan untuk mengakuisisi TikTok tidak hanya terbatas pada Amazon dan Andreessen Horowitz. Perusahaan ekuitas swasta Blackstone juga mempertimbangkan untuk berkolaborasi dengan pemegang saham non-Tiongkok ByteDance lainnya guna mengumpulkan modal untuk menawarkan operasi TikTok di Amerika. Hal ini semakin menambah kompleksitas dari negosiasi yang tengah berlangsung.
Dalam konteks ini, para investor dan perusahaan teknologi mulai bersaing untuk meraih kepemilikan atas salah satu platform media sosial terpopuler saat ini. Keinginan Amazon untuk menambah portofolionya dan memanfaatkan TikTok sebagai platform pemasaran yang menjangkau jutaan pengguna muda, tampaknya menjadi salah satu motivasi di balik tawaran ini.
Trump juga menegaskan bahwa penjualan TikTok akan menjadi prioritas utama pemerintahan saat ini, dan ia tidak ragu untuk menggunakan tarif sebagai alat untuk mencapai kesepakatan. Sejak Februari 2025, Trump telah menaikkan tarif sebesar 20% terhadap seluruh impor dari China, dan ancaman tarif lebih tinggi terus membayangi jika kesepakatan tidak dapat tercapai.
Melihat situasi ini, Wakil Presiden JD Vance mengungkapkan harapannya bahwa kesepakatan yang merumuskan pemisahan kepemilikan platform ini bisa terwujud sebelum 5 April. Dalam pencarian solusi, Gedung Putih terus melakukan komunikasi dengan para pemimpin investasi terkait untuk memfasilitasi akuisisi yang mungkin oleh investor non-China.
Sementara itu, TikTok sendiri belum memberikan komentar resmi mengenai situasi ini. Setelah sempat terancam diblokir pada awal tahun 2025, aplikasi tersebut kembali beroperasi berkat perintah eksekutif dari Trump yang menunda penegakan larangan tersebut. Dengan tenggat waktu 5 April yang semakin dekat, tekanan meningkat untuk mencapai kesepakatan yang akan menentukan nasib aplikasi tersebut di pasar AS.
Situasi yang berkembang di sekitar akuisisi TikTok mencerminkan dinamika kompleks di persimpangan teknologi dan kebijakan global. Ketegangan yang ada tidak hanya merepresentasikan persaingan antar perusahaan besar, tetapi juga menyoroti pengaruh politik yang dapat mengubah arah bisnis teknologi di masa depan. Apakah Amazon akan berhasil meraih TikTok dalam waktu yang sangat singkat ini, atau adakah pihak lain yang akan mengalahkan mereka, masih menjadi tanda tanya besar yang akan terjawab dalam waktu dekat.