
Para arkeolog baru-baru ini mengungkap sebuah penemuan menarik yang dapat mengubah pemahaman kita tentang hubungan antara dua peradaban kuno yang berpengaruh, yaitu Teotihuacan dan Tikal. Dalam sebuah penggalian yang dilakukan di Tikal, Guatemala, mereka menemukan altar berusia sekitar 1.700 tahun yang berisi informasi penting tentang dominasi dan interaksi antara budaya ini. Altar tersebut, yang dihiasi dengan warna-warna mencolok, di duga merupakan hasil karya seniman dari Teotihuacan, yang berlokasi lebih dari 1.000 kilometer di utara Tikal.
Penemuan ini dipublikasikan dalam jurnal Antiquity dan menegaskan interaksi yang jauh lebih kompleks daripada yang sebelumnya dipahami antara dua budaya yang memiliki warisan sejarah yang kaya ini. Stephen Houston, seorang profesor dari Universitas Brown dan salah satu penulis studi tersebut, menjelaskan, “Temuan ini memperkuat pandangan bahwa hubungan ini bukan sekadar kontak ringan atau perdagangan biasa, melainkan melibatkan kekuatan militer yang berusaha mengendalikan wilayah lain.”
Sebelum penemuan altar ini, para ilmuwan telah mengetahui adanya interaksi antara Teotihuacan dan Tikal tetapi belum bisa memastikan sifat hubungan tersebut. Altar yang ditemukan terletak di atas dua jasad, termasuk seorang laki-laki dewasa dan seorang anak kecil, menunjukkan adanya praktik penguburan yang lebih umum ditemukan di Teotihuacan. Hal ini mengindikasikan bahwa Tikal tidak hanya sebagai pusat perdagangan, tetapi juga sebagai tempat di mana pengaruh Teotihuacan sangat mendalam.
Selama penggalian, para arkeolog menemukan dekorasi pada altar yang menampilkan sosok manusia dengan hiasan kepala berbulu, serta sisa-sisa cat merah, hitam, dan kuning. Desain ini mirip dengan simbol atau representasi dewa yang lebih umum di Teotihuacan, mencerminkan bagaimana praktik budaya dari satu wilayah dapat menyebar dan beradaptasi di wilayah lain. “Altar ini mengonfirmasi bahwa ritual Teotihuacan digunakan di pusat kota Tikal, melibatkan orang-orang yang menggunakan gaya lukisan Teotihuacan yang sangat asing untuk menggambarkan dewa asing,” jelas Houston.
Penemuan ini juga menunjukkan bahwa pengorbanan ritual, termasuk penguburan bayi, mirip dengan praktik yang ditemukan di Meksiko Tengah, mempertegas bahwa ada pertukaran budaya yang signifikan antara kedua peradaban tersebut. Secara keseluruhan, ini menunjukkan bahwa pengaruh Teotihuacan di Tikal bukanlah suatu kebetulan, melainkan bagian dari upaya yang lebih besar untuk membangun dominasi politik dan budaya.
Andrew Scherer, rekan penulis studi lainnya, juga menggarisbawahi kompleksitas hubungan antara suku Maya dan Teotihuacan. Ia mencatat bahwa penggalian lebih lanjut menunjukkan bahwa bangunan-bangunan tersebut tampaknya telah dikubur dengan sengaja, berpotensi mencerminkan perasaan campur aduk suku Maya terhadap kekuatan Teotihuacan. “Suku Maya biasa membangun di atas bangunan yang telah ada sebelumnya, tetapi dalam kasus altar ini, mereka menguburnya dan meninggalkannya, menciptakan bukti yang menunjukkan bahwa mereka memperlakukannya hampir seperti tugu peringatan,” jelasnya.
Pentingnya penemuan ini tidak hanya terletak pada barang-barang yang ditemukan, tetapi juga pada gambaran yang ditawarkannya mengenai bagaimana dua peradaban besar berinteraksi dalam konteks kekuasaan. Dalam kajian sejarah, ada catatan bahwa pada sekitar tahun 378 M, Teotihuacan berupaya mengambil alih kekuasaan di wilayah tersebut dengan cara menggulingkan raja lokal dan menggantinya dengan pemimpin yang lebih dapat diandalkan untuk kepentingan mereka sendiri.
Dengan penemuan altar ini, kini kita memiliki lebih banyak informasi untuk membahas dinamika kekuatan di antara dua peradaban yang pernah berjaya. Sejarah menunjukkan bahwa interaksi antarbudaya sering kali melibatkan peperangan, ekspansi, dan kerjasama yang kompleks, dan altar misterius ini hanya menambah dimensi baru kepada narasi yang sudah ada. Ini menunjukkan bahwa meski dua budaya mungkin tampak terpisah oleh ruang dan waktu, pengaruh mereka dapat membentuk satu sama lain dengan cara yang mendalam dan kekal.