
Para ilmuwan di Australia telah mengembangkan sistem pemantauan berbasis kecerdasan buatan (AI) yang dirancang untuk melindungi Great Barrier Reef dari dampak pemanasan global. Teknologi inovatif ini diharapkan dapat mendeteksi serta mencegah kerusakan lebih lanjut yang disebabkan oleh pemutihan terumbu karang akibat perubahan iklim. Selama beberapa tahun terakhir, Great Barrier Reef telah menghadapi tantangan serius, termasuk pemutihan parah yang telah terjadi sejak 2016 dan serangan wabah bintang laut pemangsa. Proyek ini merupakan harapan baru dalam usaha konservasi lingkungan yang semakin mendesak.
Dalam penelitian yang diterbitkan di jurnal Electronics pada 13 Februari 2025, para peneliti dari Universitas Australia Selatan (UniSA), Universitas RMIT, dan Universitas Teknologi Queensland menyoroti bahwa sekitar 75 persen terumbu karang di seluruh dunia mengalami tekanan panas yang mendorong terjadinya pemutihan dalam dua tahun terakhir. Melihat situasi ini, Abdullahi Chowdhury, analis data UniSA dan peneliti utama proyek tersebut, menjelaskan, “Model terpusat ini akan mengintegrasikan berbagai faktor yang memengaruhi kesehatan terumbu karang dan memberikan prediksi real-time bagi ilmuwan lingkungan.”
Sistem pemantauan ini menggabungkan teknologi pengindraan jarak jauh, pembelajaran mesin, AI, serta Sistem Informasi Geografis. Kombinasi canggih ini memungkinkan ilmuwan untuk melakukan intervensi lebih awal sebelum kerusakan yang lebih parah terjadi. Abstrak dari penelitian tersebut menyatakan bahwa sistem baru ini akan menciptakan peta jalan dalam memanfaatkan teknologi untuk menjaga keberlangsungan terumbu karang bagi generasi mendatang. Saat ini, berbagai model pemantauan yang ada cenderung berjalan terpisah, menganalisis data kesehatan terumbu karang seperti tingkat pemutihan, insidensi penyakit, dan populasi karang muda secara individual.
Great Barrier Reef, yang sering disebut sebagai “hutan hujan laut,” hanya mencakup sekitar 1 persen dari total wilayah lautan dunia, namun menyediakan habitat bagi 25 persen kehidupan laut. Dengan status sebagai Situs Warisan Dunia yang diakui oleh UNESCO, keberlanjutan ekosistem ini sangat penting, bukan hanya bagi biodiversitas lokal, tetapi juga untuk pariwisata dan ekonomi Australia. Keberadaan sistem pemantauan berbasis AI ini diharapkan dapat memberikan kontribusi signifikan dalam menghadapi ancaman yang terus meningkat terhadap terumbu karang tersebut.
Berbagai ancaman lain juga berkontribusi pada penurunan kesehatan Great Barrier Reef, termasuk eksploitasi sumber daya laut, pencemaran, dan dampak dari pembangunan pesisir. Namun, dengan adanya teknologi baru ini, respon terhadap ancaman-ancaman tersebut bisa jauh lebih efektif, memberikan harapan kepada para ilmuwan dan konservasionis untuk memelihara kekayaan alam yang tidak ternilai ini.
Proyek yang dikoordinasikan oleh para peneliti dari beberapa universitas ini merupakan langkah konkret dalam merespons krisis lingkungan yang dihadapi oleh Great Barrier Reef. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi, mereka berharap dapat menyelamatkan salah satu ekosistem paling berharga di planet ini dari dampak perubahan iklim yang mengancam. Peneliti juga mencatat bahwa sistem AI ini merupakan langkah penting untuk mengintegrasikan informasi berkaitan dengan kesehatan terumbu karang secara menyeluruh, yang sebelumnya terpisah, dan mengoptimalkan upaya konservasi.
Dalam menghadapi tantangan perubahan iklim yang semakin mendesak, penggunaan teknologi AI sebagai alat bantu dalam upaya pelestarian lingkungan menjadi lebih penting dari sebelumnya. Inovasi ini tidak hanya meningkatkan kapasitas pemantauan Great Barrier Reef, tetapi juga dapat menjadi model bagi penelitian dan perlindungan ekosistem lainnya di seluruh dunia. Dengan demikian, harapan agar Great Barrier Reef dapat bertahan dan berkembang meski di tengah ancaman pemanasan global bisa semakin nyata.