AHY Tegaskan UU TNI Baru Tidak Kembalikan Dwifungsi ABRI

DPR RI baru-baru ini telah mensahkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) melalui sidang paripurna. Namun, keputusan ini memicu perdebatan di kalangan masyarakat, terutama di kalangan elemen sipil. Banyak yang khawatir bahwa revisi ini akan membawa TNI kembali ke era Orde Baru, di mana dwifungsi ABRI—yang mencakup peran militer dalam aspek sipil—berjalan kembali. Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), sebagai Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, menanggapi kekhawatiran tersebut dengan tegas.

AHY menyatakan bahwa anggapan bahwa UU TNI yang baru disahkan ini akan mengembalikan dwifungsi ABRI adalah sesuatu yang tidak benar. "Memang simpang siur narasi yang beredar di masyarakat luas, dan sebetulnya kita harus bisa melihat dengan sabar dan detail apa saja yang menjadi perbedaan dari UU sebelumnya," ujarnya saat konferensi pers di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur.

Dalam penjelasannya, AHY menekankan bahwa UU TNI yang baru justru memiliki ketentuan yang membatasi perwira TNI dalam memasuki instansi sipil. Dengan demikian, diharapkan koridor tugas TNI akan lebih jelas dan tidak merambah ke jabatan di kementerian atau lembaga lain di luar aturan yang disepakati dalam UU.

Dia menambahkan bahwa meskipun ada peran yang dapat dijalankan oleh TNI dalam operasi militer selain perang (OMSP), keberadaan lembaga-lembaga sipil lainnya tetap penting. "Lembaga-lembaga tersebut juga masih banyak peran yang bisa dijalankan dan memang ada relevansinya dengan tugas-tugas TNI," jelas AHY.

Salah satu tantangan utama saat ini adalah mengatasi kesalahpahaman masyarakat tentang isi dan tujuan UU TNI yang baru. AHY berharap bahwa sosialisasi tentang undang-undang ini dapat dilakukan secara maksimal agar masyarakat memahami keseluruhan substansi dan konteks dari revisi tersebut.

Dalam revisi UU TNI yang disahkan, terdapat daftar lembaga yang dapat diisi oleh prajurit aktif. Berikut adalah rincian lembaga tersebut:

Daftar Kementerian/Lembaga Eksisting:

  1. Koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara
  2. Pertahanan Negara termasuk Dewan Pertahanan Nasional
  3. Sekretaris Militer Presiden, yang kini menjadi Kesekretariatan Negara
  4. Intelijen Negara
  5. Siber dan/atau Sandi Negara
  6. Lembaga Ketahanan Nasional
  7. Search and Rescue (SAR) Nasional
  8. Narkotika Nasional
  9. Mahkamah Agung

Lima Kementerian/Lembaga Tambahan:

  1. Pengelola Perbatasan
  2. Penanggulangan Bencana
  3. Penanggulangan Terorisme
  4. Keamanan Laut
  5. Kejaksaan Republik Indonesia

Dengan adanya pengaturan yang jelas ini, diharapkan TNI dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan lebih terarah, sekaligus menghindari intervensi di ranah sipil yang selama ini menjadi sorotan publik.

Kekhawatiran bahwa UU TNI akan mengembalikan kekuasaan militer dalam aspek sipil juga muncul di tengah protes masyarakat. Beberapa aksi demonstrasi telah digelar sebagai bentuk penolakan terhadap revisi ini. Tim pemerintahan yang mendukung revisi UU TNI berusaha menjelaskan perubahan yang ada dan dampaknya bagi kebijakan pertahanan nasional. Dengan pemaparan data dan fakta, diharapkan masyarakat bisa lebih memahami tujuan utama dari revisi undang-undang ini.

Apakah kebijakan ini benar-benar menjadi pembenaran bagi kekuatan militer untuk kembali ke ranah sipil, ataukah ini justru upaya untuk memperjelas tugas dan fungsi TNI dalam konteks pertahanan yang modern? Debat ini tentunya akan terus berlanjut di masyarakat, sementara pemerintahan diharapkan tetap transparan dalam implementasi undang-undang yang baru saja disahkan ini.

Berita Terkait

Back to top button