
Konsumsi herbal telah lama menjadi bagian dari tradisi pengobatan di Indonesia. Meskipun banyak orang beralih ke pengobatan alternatif ini dengan harapan mendapatkan manfaat kesehatan, bagi penderita hipertensi, pendekatan ini harus dilakukan dengan kehati-hatian ekstra. Beberapa bahaya tak terduga dari konsumsi herbal berlebihan bagi pengidap hipertensi sering kali jarang diungkapkan, padahal bisa berakibat fatal bagi kesehatan mereka.
Studi yang dilakukan oleh Universitas Gadjah Mada pada tahun 2022 menunjukkan bahwa sekitar 37% penderita hipertensi di Yogyakarta mengalami peningkatan tekanan darah setelah mengonsumsi ramuan herbal dalam dosis tinggi. Satu kasus nyata adalah penggunaan kunyit, yang mengandung senyawa aktif kurkumin. Meskipun bermanfaat, konsumsi berlebihan dapat mengganggu keseimbangan elektrolit dalam tubuh, mengakibatkan retensi cairan yang justru memperburuk kondisi hipertensi.
Di sisi lainnya, beberapa herbal seperti daun seledri dan sambiloto diketahui memiliki sifat diuretik. Namun, menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), pemakaian diuretik secara berlebihan bisa mengurangi kadar kalium dalam tubuh. Kelebihan atau kekurangan kalium berpotensi menyebabkan detak jantung tidak teratur dan memperburuk hipertensi.
Selanjutnya, penting untuk diketahui bahwa interaksi antara obat resep dengan herbal dapat menciptakan efek samping yang tidak diinginkan. Penelitian dari Universitas Indonesia pada tahun 2021 mengungkapkan bahwa 1 dari 5 pasien hipertensi mengalami masalah interaksi ketika kombinasikan dengan herbal. Misalnya, konsumsi jahe bersamaan dengan obat pengencer darah dapat meningkatkan risiko perdarahan, sedangkan sambiloto yang sering dianggap efektif untuk menurunkan gula darah dapat mengandung andrografolid yang berpotensi menekan fungsi ginjal jika dikonsumsi melebihi dosis yang disarankan.
Jamu atau ramuan tradisional yang tinggi kadar garam dan gula juga harus diperhatikan. Data dari Kementerian Kesehatan RI (2023) menunjukkan bahwa 60% sampel jamu kemasan di pasaran mengandung natrium melebihi batas aman bagi penderita hipertensi. Kondisi ini dapat memperburuk keadaan dan berpotensi memicu komplikasi yang lebih serius, termasuk penyakit jantung.
Untuk mencegah ekses konsumsi herbal, pengidap hipertensi diharapkan untuk berkonsultasi secara rutin dengan dokter atau ahli gizi. Penelitian Politeknik Kesehatan Kemenkes Surabaya merekomendasikan takaran maksimal kunyit bagi penderita hipertensi adalah 1-2 ruas jari terbaru. Selain itu, cara pembuatan herbal juga berpengaruh; merebus herbal terlalu lama dapat meningkatkan konsentrasi senyawa aktif hingga 3 kali lipat.
Pengidap hipertensi perlu berhati-hati dalam memilih jenis herbal. Herbal dengan indeks glikemik rendah, seperti daun salam dan rosella, terbukti mampu menstabilkan tekanan darah tanpa menyebabkan masalah lain seperti hipokalemia. Beberapa herbal lokal yang relatif aman dikonsumsi termasuk daun kelor, bawang putih, dan temu ireng, asalkan tetap mengikuti dosisi yang disarankan. Misalnya, daun kelor sebaiknya dibatasi hingga 5 gram daun kering per hari.
Mengetahui tanda-tanda keracunan dari penggunaan herbal juga penting. Gejala seperti pusing berdenyut, mual, atau sesak napas setelah mengonsumsi herbal bisa menandakan ketidakcocokan. Jika tekanan darah meningkat secara signifikan setelah konsumsi, segera hentikan penggunaan dan konsultasikan dengan tenaga medis.
Dengan memahami bahaya tak terduga dari konsumsi herbal berlebihan, para penyandang hipertensi dapat lebih bijak dalam memilih dan menggunakan herbal. Kepentingan untuk selalu mengutamakan komunikasi dengan tenaga medis menjadi faktor kunci dalam menghindari risiko dan memastikan keamanan penggunaan herbal. Menggunakan herbal sebagai pengobatan alternatif harus selalu berlandaskan pada pengetahuan dan pemahaman yang mendalam untuk menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah.