
PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi 4 Semarang mencatat angka kecelakaan yang mencengangkan selama triwulan pertama tahun 2025. Sebanyak 21 kecelakaan terjadi di jalur rel dan perlintasan sebidang, mengakibatkan 17 korban jiwa dan banyak lainnya luka-luka. Data ini menunjukkan rendahnya disiplin masyarakat dalam berlalu lintas, terutama di kawasan yang dikenal memiliki risiko tinggi, seperti jalur kereta api.
Franoto Wibowo, Manager Humas KAI Daop 4 Semarang, menyatakan keprihatinan mendalam atas situasi ini. Menurutnya, kecelakaan tidak hanya disebabkan oleh kelalaian pengguna jalan, tetapi juga karena banyak orang masih beraktivitas di area jalur rel yang seharusnya menjadi kawasan terlarang bagi umum. “Dari total 21 kejadian, sebanyak 13 kecelakaan terjadi di sepanjang jalur rel yang menyebabkan 12 orang meninggal dunia, sedangkan 8 kecelakaan lainnya terjadi di perlintasan sebidang, mengakibatkan 5 orang meninggal, 1 luka berat, dan 2 luka ringan,” ungkap Franoto dalam keterangan resmi.
Mengingat tingginya angka kecelakaan, KAI Daop 4 Semarang pun mengingatkan bahwa jalur kereta api adalah ruang manfaat yang hanya diperuntukkan bagi operasional kereta, bukan untuk aktivitas masyarakat umum. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Pasal 38 dalam undang-undang tersebut menjelaskan bahwa ruang jalur kereta adalah kawasan tertutup untuk umum, dengan larangan bagi siapa pun untuk berada di dalamnya tanpa izin.
Lebih lanjut, Franoto menekankan adanya konsekuensi hukum bagi pelanggar aturan tersebut. “Pasal 199 dalam undang-undang yang sama menetapkan sanksi pidana berupa penjara paling lama 3 bulan atau denda maksimal Rp15 juta bagi yang melanggar,” kata Franoto.
Kawasan perlintasan sebidang juga menjadi bagian yang sangat rentan terhadap kecelakaan. KAI mengingatkan pentingnya kepatuhan pengguna jalan terhadap aturan lalu lintas, khususnya saat melintasi perpotongan antara jalan dan jalur rel. “Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 Pasal 124 menyatakan bahwa pengguna jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api,” tegasnya.
KAI juga menyoroti bahwa tindak lanjut hukum untuk pelanggaran di perlintasan sebidang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 296 menekankan bahwa pengguna jalan yang tidak berhenti saat sinyal sudah berbunyi dan palang pintu ditutup dapat dikenakan sanksi kurungan hingga 3 bulan atau denda maksimal Rp750 ribu.
Franoto memberi imbauan untuk selalu mematuhi prosedur keselamatan saat melintasi perlintasan. “Setiap pengguna jalan harus berhenti sejenak sebelum melintasi perlintasan sebidang, melihat ke kanan dan kiri, serta mendengarkan bunyi kereta,” jelasnya. Langkah kecil ini, menurut Franoto, dapat menyelamatkan banyak nyawa.
Kecelakaan di jalur kereta tidak hanya merugikan bagi pengguna jalan tetapi juga berdampak signifikan terhadap operasional kereta api. Insiden ini sering menyebabkan keterlambatan perjalanan, kerusakan sarana dan prasarana, serta mengganggu kenyamanan dan keselamatan penumpang.
KAI Daop 4 Semarang mengajak seluruh elemen masyarakat dan pemangku kepentingan untuk meningkatkan kesadaran mengenai keselamatan di perlintasan kereta api. Diperlukan kolaborasi antara masyarakat, pengguna jalan, dan instansi terkait untuk menciptakan lingkungan yang aman di sekitar jalur dan perlintasan kereta api.
“Keselamatan merupakan prioritas utama dalam operasional kereta api. Namun, keberhasilan sangat ditentukan oleh peran serta dan kepedulian semua pihak,” tutup Franoto. Dengan adanya imbauan dan penegakan hukum yang tegas, diharapkan angka kecelakaan di jalur perlintasan sebidang dapat menurun secara signifikan, dan keselamatan bersama dapat terwujud.