20 WNI Dideportasi dari AS: Dampak Kebijakan Imigrasi Trump

Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) menyatakan keprihatinan atas pencabutan visa yang dilakukan oleh pemerintah Amerika Serikat (AS) terhadap 20 warga negara Indonesia (WNI). Pencabutan visa ini merupakan bagian dari kebijakan imigrasi yang diterapkan oleh mantan Presiden Donald Trump, yang mempengaruhi status imigrasi bagi banyak individu, termasuk mahasiswa.

Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu, Judha Nugraha, mengungkapkan bahwa lima dari 20 WNI tersebut telah dideportasi, sementara enam lainnya merupakan mahasiswa yang awalnya memasuki AS dengan visa F-1, visa yang memungkinkan pelajar internasional untuk belajar di negara tersebut. Dalam pernyataannya pada 24 April 2025, Judha menyampaikan, “Kami menghargai kedaulatan Amerika Serikat dalam menegakkan hukum imigrasi. Yang kami minta adalah agar hal itu dilakukan melalui due process of law, sesuai dengan hukum yang berlaku di Amerika Serikat.”

Kekhawatiran pemerintah Indonesia tidak lepas dari pengaruh kebijakan ketat yang diterapkan oleh pemerintahan Trump, yang sebagian besar menargetkan imigran dari negara-negara tertentu dengan kebijakan yang lebih restriktif. Kemlu RI telah berkoordinasi dengan enam perwakilan di AS, termasuk Kedutaan Besar dan beberapa Konsulat Jenderal, untuk menangani dampak dari kebijakan tersebut agar WNI yang terkena dampak mendapatkan perlakuan yang baik.

Menanggapi situasi ini, Judha Nugraha menjelaskan bahwa konsulat telah memberikan akses kekonsuleran kepada WNI yang terdampak, memastikan mereka mendapatkan pendampingan hukum yang diperlukan. “Ketika WNI ditahan oleh otoritas imigrasi, mereka tetap memiliki hak untuk menghubungi Perwakilan RI dan berhak mendapatkan akses konsuler,” tambahnya, menekankan pentingnya perlindungan hak-hak WNI di luar negeri.

Data yang dirilis menunjukkan bahwa pencabutan visa ini tidak hanya berdampak pada lima orang yang telah dideportasi tetapi juga mempengaruhi ratusan mahasiswa Indonesia lainnya yang melanjutkan studi di AS. Kebijakan ini memicu protes dan keprihatinan luas di kalangan masyarakat Indonesia, terutama di komunitas pelajar yang sedang belajar di luar negeri.

Otoritas imigrasi AS menjelaskan bahwa langkah ini diambil untuk menguatkan kontrol perbatasan dan membatasi imigrasi ilegal, namun banyak yang beranggapan bahwa langkah tersebut tidak selalu dilakukan dengan proses yang adil. Judha meyakini bahwa hukum yang berlaku di AS seharusnya memberikan perlindungan, asalkan proses hukum dijalankan dengan baik. “Kami percaya bahwa hukum dapat melindungi semua orang yang berada di AS, tidak terkecuali WNI,” jelasnya.

Kemlu juga aktif berkomunikasi dengan komunitas Indonesia di AS, berupaya memberikan informasi dan pemahaman mengenai hak-hak yang dimiliki WNI, serta prosedur yang dapat diikuti untuk mendapatkan perlindungan hukum. Langkah ini diambil untuk memastikan bahwa para WNI tidak merasa terasing dan mengetahui bahwa mereka mempunyai entitas yang siap membantu.

Kasus pencabutan visa dan deportasi ini bisa menjadi gambaran dari kondisi yang lebih luas dari kebijakan imigrasi global, yang terkadang dapat berimplikasi pada hubungan antara negara, terutama antara Indonesia dan AS. Selain itu, kejadian ini juga menyoroti pentingnya kerjasama antara negara dalam melindungi hak-hak warganya di luar negeri. Respons Kemlu RI ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menjaga kesejahteraan dan hak setiap WNI, di tengah tantangan yang ada. Sehingga, penting bagi setiap WNI yang berada di luar negeri untuk tetap mengikuti perkembangan kebijakan imigrasi dan berkomunikasi dengan perwakilan negara.

Berita Terkait

Back to top button